Retorika Abu Nadlir

Yang ditulis kan subur hidup di kalbu. Yang dikata kan cerah bermakna di jiwa. Yang diajar kan membekas dalam sejarah dan selepasnya!

Hanya basa-basi SBY-JK

Jumat, 03 April 20090 comments

PEMERINTAH SBY-JK benar- benar telah menaikkan harga BBM. Dengan melambungnya BBM pada saat ini, yang pada tahun 2005 SBY-Kalla yang semula menaikan BBM mencapai 100 persen, sekarang melakukannya lagi.

Kenaikan itu disebut ’’penyesuaian harga”, yang sebenarnya hanya basabasi semantik yang sama artinya dengan menambah beban hidup rakyat. BBM adalah kebutuhan pokok semua orang. Kenaikannya menyebabkan kenaikan harga kebutuhan lain.

Memang, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang dilakukan pemerintah, mengakibatkan lahirnya orang miskin baru (OMB). Hal ini karena penghasilan mereka tidak lagi mampu menopang kebutuhan hidup minimal. Kenaikan harga BBM menyulitkan kehidupan rakyat miskin, kendati pemerintah mengucurkan bantuan tunai langsung (BLT) untuk menekan ekses kenaikan harga BBM.

Keputusan pemerintah menaikkan harga BBM langsung dibalas serangkaian aksi demonstrasi sejumlah kalangan. Mulai dari rakyat biasa, sopirsopir angkotan, dan mahasiswa pun ikut menyuarakan aspirasi rakyat untuk tidak menaikkan BBM. Mereka menganggap kebijakan yang dilakukan SBY-Kalla ini hanyalah kelanjutan dari kebijakan yang tidak bijak pemerintahan Megawati Soekarnoputri. Ini berarti, perubahan hanya terjadi pada rezim, bukan pada kebijakan, apalagi nasib rakyat.

Aksi rakyat sudah bermunculan ke pemukaan. Apalagi mahasiswa, sebagai agent of change pun ikut merasakan kegelisahan ini. Mereka pun menunjukkan keprihatinan terhadap pemerintah dengan mengadakan aksi demo. Dan aksi-aksi demo mereka akhir-akhir ini kian marak dan ’’gila”. Sampai-sampai mereka turun ke jalan dan memacetkan ruas-ruas jalan utama di berbagai kota di Indonesia.

Sebenarnya apa yang diperjuangkan oleh teman-teman mahasiswa melalui demonstrasi itu adalah bentuk perwujudan kepedulian sosial terhadap nasib rakyat. Mereka mengangap selama ini kebijakan-kebijakan yang dilahirkan oleh sekelompok ’’orang terhormat” yang mengatas namakan wakil rakyat ini banyak menyakitkan hati yang diwakilinya. Buktinya, apa yang mereka perjuangkan dalam mengemban aspirasi rakyat tidak ada follow up yang jelas dari pemerintah. Harga BBM masih saja tidak turun. Pemerintah masih mengabaikan nasib rakyat. BLT yang dijanjikan tidak menjawab apa yang mereka janjikan untuk menanggulangi kenaikan BBM. Aksiaksi demo yang terjadi malah dianggap sebagai tampungan ide-ide tanpa aplikasi yang konkret.

Perlu komunikasi
Peran mahasiswa layak kita garis bawahi tidak hanya terletak pada posisinya yang cenderung elitis sehingga membuat mereka merasa memiliki kedudukan istimewa di masyarakatnya.

Kiranya contoh beberapa aksi demonstrasi yang dilakukan oleh para mahasiswa adalah salah satu usaha untuk memulihkan kembali posisi mahasiswa sebagai balance dan juga dalam rangka untuk ikut ambil bagian dalam membentuk kebijakan negara tentang kemasyarakatan, di mana mahasiswa hidup di tengah-tengah masyarakat akademi dan masyarakat nonakademis. Itulah sebabnya mereka mengerti dan memahami betul apa yang dirasakan dan dialami oleh rakyat pada umumnya.

Dalam berbagai kasus, demonstrasi mahasiswa yang tampaknya kecil ternyata mempunyai efektivitas dalam memobilisasi garakan sosial yang lebih besar secara cepat, atau mengakibatkan dampak yang positif bagi yang didemo.

Sesungguhnya kontroversi antara mahasiswa dan pemerintah tidak perlu terjadi apabila semua pihak mempunyai rasa urgensi yang searah dan setara. Tajamnya perbedaan rasa urgensi asumsional, filosofis, dan ilmiah, serta fungsional di antara kedua pihak malah memperumit masalah, bukan mempermudah penyelesaian.

Maka dari itu, perlu adanya komunikasi antara mahasiswa dan birokrat (pemerintah). Karena setiap proses komunikasi merupakan proses pengoperan lambang yang mengandung arti.

Ukuran normativitas hukum dan moral tidak cukup untuk dijadikan legitimasi bahwa demonstrasi mahasiswa itu salah, amoral, anarkis, dan bahkan diklaim sebagai kegagalan pendidikan tinggi. Sebaliknya, mahasiswa memahami bahasa komunikasi birokrasi (pemerintah) dan seharusnya pamerintah pun memahami bahasa radikal mahasiswa, lebih-lebih jika cara-cara moderat sudah tidak bisa lagi dijadikan alternatif problem solving .

Dengan ini mahasiswa bisa mengomunisasikan kembali komitmen dari pemerintahan SBY-Kalla terhadap perbaikan nasib rakyat. Jika memang komitmennya untuk rakyat, tentu program dan aksi karja pemerintah bukan menyesuaikan harga BBM dengan standar internasional, tetapi sebaliknya, menyesuaikan kesejahteraan rakyat dengan standar internasional. hf

Muhammad Abu Nadlir
Mhs. Tafsir-Hadits FUPK IAIN Walisongo Semarang

tulisan ini masuk pada opini mahasiswa di koran sore wawasan, Selasa, 03 Juni 2008.

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Retorika Abu Nadlir - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger