Retorika Abu Nadlir

Yang ditulis kan subur hidup di kalbu. Yang dikata kan cerah bermakna di jiwa. Yang diajar kan membekas dalam sejarah dan selepasnya!

Fenomena Penganggur Terpelajar

Selasa, 29 Mei 20120 comments


Artikel ini dimuat di Suara Karya, Selasa 24 April 2012

Oleh: Muhammad Abu Nadlir*


Sungguh memprihatin-kan, jumlah pengangguran terdidik setiap tahunsemakin meningkat. Terutama dari kaum terpelajar. Ini bisa kita amati bersamaketika bekal ijazah makin tidak laku di pasar tenaga kerja. Gelar akamedikseakan tak mampu lagi menopang nasib pemiliknya. Begitu juga para sarjanawanpenganggur, semakin merebak ke kota-kota dan pedesaan-pedesaan.

Menurut data BPS, jumlah pengangguran di Indonesia hingga 2011 mencapai7,7 juta orang atau 6,56 persen dari total angkatan kerja. Secara umum tingkatpengangguran terbuka (TPT) cenderung menurun, di mana TPT Agustus 2011 sebesar6,56 persen turun dari TPT Februari 2011 sebesar 6,80 persen dan TPT Agustus2010 sebesar 7,14 persen.

Jika dibandingkan keadaan Februari 2011, TPT pada hampir semua tingkatpendidikan cenderung turun, kecuali TPT untuk tingkat pendidikan SD ke bawahnaik 0,19%, SMP naik 0,54%, dan SMK naik 0,43%. Pada Agustus 2011, TPT untukSMA dan SMK masih tetap menempati posisi tertinggi, masing-masing 10,66% dan10,43%.

Yang paling sering terkena getahnya adalah lembaga pendidikan. Iadianggap tidak bisa mencetak lulusan yang siap pakai. Kualitas para lulusantidak cocok dengan kebutuhan dunia kerja. Mereka tidak memenuhi standarpersyaratan yang ditetapkan bagi rekruitmen tenaga kerja. Padahal, dunia kerjabegitu cepat berkembang. Persyaratan tenaga kerja selalu naik dari waktu kewaktu. Namun, lembaga pendidikan tidak bisa memantau kenaikan-kenaikan itu.Akibatnya, munculnya mis-match yang lebar antara lembaga pendidikan dan duniakerja. Yaitu, ketidaksesuaian antara output lembaga pendidikan dengan inputyang dituntut oleh dunia kerja.

Ketidaksesuaian itu, misalnya, terlihat manakala sekelompok lulusansekolah atau mahasiswa baru saja lulus dari sebuah lembaga pendidikan. Merekabingung mencari pekerjaan. Beberapa iklan lowongan kerja yang dimuat koran samasekali tidak menyentuh kualifikasi yang mereka miliki. Kemudian, arus punkemudian berbalik.

Mereka kembali mencari ilmu tambahan. Walaupun tidak seluruhnya, tetapiamat banyak di antara mereka kemudian mengikuti kursus-kursus pendidikanpraktis. Sebutlah, kursus komputer, bahasa Inggris, manajemen, entrepeneurship,jurnalistik, akuntansi dan lian-lain. Alasannya, kursus-kursus semacam itudianggap lebih laku, lebih marketable daripada kualifikasi sarjana yangdisandangnya.

Lembaga pendidikan memang bukan pabrik. Dan, tujuan seseorang kuliah ataumencari ilmu secara keseluruhan adalah untuk mempertinggi produktivitasdirinya. Apa pun itu disiplin ilmu yang ditekuni, baik sains dan teknologi,ilmu-ilmu sosial maupun ilmu-ilmu humaniora. Tetapi, bila mengibaratkannyadengan pabrik, maka lembaga pendidikan harus menjadi the pabric of a newmeaning (pabrik yang selalu memproduksi nilai-nilai baru). (Giroux, 2000;Price, 2001)

Lembaga pendidikan hendaklah mencari 'nilai tambah' kepada produk SDMyang dikelolanya, baik dalam sikap, wawasan, kecerdasan, ketrampilan, maupunkeahlian. Namun, dalam praktiknya, tujuan ini akan mengalami kesulitan.Buktinya, keberadaan para penganggur 'terdidik'. Rasanya tidak ada jaminankepada mereka hingga menjadi lebih produktif dan bernilai tambah. Yang terjadimalah sebaliknya, tidak jarang perkembangan mereka menjadi paralel denganpertumbuhan penganggur. Artinya, pendidikan mereka yang tinggi itu tidak dengansendirinya membuka akses ke dunia kerja. Sehingga, seringkali tingginyapendidikan mereka itu, lalu hanya berarti besarnya inefisiensi, pemborosan danketidak-produktivitasan dirinya.

Untuk mengatasi permasalahan di atas, tentu harus ada konsistensi dalamperencanaan pembangunan lintas sektor antara lembaga pendidikan dan duniakerja. Di samping, fenomena mis-match juga harus segera diakhiri. Kalau tidak,maka titik temu antara output lembaga pendidikan dan input yang dituntut duniakerja, akan sulit terwujud.

Namun, apabila lembaga pendidikan hanya menunggu dibuatkan, disahkan danditurunkannya kebijakan-kebijakan makro seperti itu, mungkin terlalu lama.Maka, lembaga pendidikan dituntut lebih bersikap luwes dan pragmatis. OlehLembaga pendidikan hendaknya bertindak cepat sekaligus orientatif terhadapsiswa-siswi atau mahasiswa-mahasiswi didikannya. Lembaga pendidikan harus mampumemantau perkembangan dunia kerja atau bisa bekerja sama dengannya. Ini pentingagar lembaga pendidikan mampu berperan dalam membantu peserta didik.Khuisusnya, dalam mengarahkan dan mendampingi jenis pendidikan tambahan sebagaibekal pascakelulusan anak didik nanti, termasuk manakala harus menghadapituntutan dunia kerja.

Selain solusi adanya kesepahaman antara dunia pendidikan dan dunia kerjatentang permasalahan output dan input yang diinginkan, solusi lainnya sebagaikoreksi dan introspeksi bersama adalah bahwa sudah saatnya pendidikan Indonesiabergeser pada pilihan strategi pembangunan SDM ke arah pengembangan insankreatif.

Dengan manusia-manusia kreatif ini, diharapkan mampu menjadi penopangberkembangnya industri kreatif. Dan, tidak lain yang dibutuhkan adalah filsafatpendidikan progresif-eksistensialis. Karena, dengan basis filsafat ini,pendidikan akan lebih mampu mengakomodasi dan mengelaborasi potensi setiapindividu melalui praksis pendidikan kreatif, baik berupa real experience maupunproduc development.

Kedua solusi di atas dapat dijalankan kedua-duanya atau memilih salahsatu saja. Semua tergantung kemampuan lembaga pendidikan masing-masing. Karena,sukses tidaknya pendidikan akan dinilai dari sejauh mana dunia pendidikan mampumelihat dan menindaklanjuti perubahan kebutuhan belajar para siswa-siswi danmahasiswa-mahasiswinya. Wallahu a'lam bi al-shawab. ***

*Penulis adalah Direktur Monash Institute dan Dosen STEBank Islam MrSjafruddin Prawiranegara Jakarta.

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Retorika Abu Nadlir - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger