Retorika Abu Nadlir

Yang ditulis kan subur hidup di kalbu. Yang dikata kan cerah bermakna di jiwa. Yang diajar kan membekas dalam sejarah dan selepasnya!

Perlunya Penghargaan bagi Siswa

Rabu, 05 Desember 20120 comments

Oleh: Muhammad Abu Nadlir
Artikel ini dimuat Jurnal Nasional, 3 November 2012





TUJUAN pendidikan pada hakikatnya adalah memanusiakan manusia, atau mengantarkan anak didik untuk dapat menemukan jati dirinya. Memanusiakan manusia berarti ingin menempatkan manusia sesuai proporsi dan hakikat kemanusiaannya. Sehingga manusia mampu menemukan jati dirinya. Artinya, agar setiap individu manusia itu menyadari dan memahami "siapa dia", "mengapa dia diadakan di dunia ini" dan "harus ke mana".

Namun kini banyak kalangan yang berkecimpung dalam dunia pendidikan belum begitu menguasai tujuan pendidikan di atas. Terutama bagaimana pendidik (guru) menghargai anak didiknya, baik dalam hal memberikan pujian maupun penghargaan. Bisa kita amati, pendidikan di Indonesia layaknya pabrik ayam yang memproduksi telur. Pabrik tersebut akan berusaha memproduksi telur dari ayam dengan berbagai cara. Dan setelah ayam bertelur, maka telur akan dijual demi meraih keuntungan.

Memang tidak ada bedanya antara pendidikan di Indonesia dengan pabrik ayam yang memproduksi telur. Terutama ketika dunia pendidikan dihadapkan pada berbagai ajang kompetisi dan ujian nasional (UN). Guru-guru dengan menggunakan metode drill seakan memaksa para siswa belajar agar ketika mengikuti kompetisi mendapatkan kemenangan dan ketika ujian nasional mendapatkan kelulusan. Dan ternyata, di balik kemenangan dan kelulusan tersebut, tak jarang para guru menjadikan peristwa kemenangan itu sebagai jalan untuk meraih sertifikasi dan kenaikan pangkat.

Para siswa yang memenangkan kompetisi dan mendapatkan kelulusan tidak mendapatkan penghargaan yang layak, meski mereka telah membawa nama baik lembaga pendidikan dan guru-gurunya. Tak jarang, beberapa guru malah membanggakan diri sendiri, karena menganggap hasil tersebut berkat kemampuannya melatih dan mendidik.

Seakan para pendidik tidak menghiraukan bagaimana perasaan para siswa yang mengikuti kompetisi dan ujian nasional yang penuh ketegangan dan kecemasan. Tegang dan cemas bila ternyata gagal dan hanya mendapatkan amarah dan mungkin cacian dari guru-gurunya yang menganggap bahwa mereka tidak melaksanakan instruksi sebagaimana mestinya.

Pentingnya Penghargaan


Imam Ghazali dalam kitab Ihya' Ulum ad-din menulis, "Jika pada seseorang anak menonjol akhlak baik dan perbuatan terpujinya, maka ia patut dimuliakan, digembirakan dan dipuji di depan orang banyak untuk memberikan semangat berakhlak mulia dan berbuat terpuji." Memuliakan anak dan memberi semangat dengan hadiah atau dengan ucapan yang manis sesuai dengan sabda Nabi yang diriwayatkan oleh ath-Thabrani, "Saling memberi hadiahlah agar kalian saling mencintai."

Karakter setiap manusia, terutama anak (peserta didik), pasti lebih menyukai mendapat penghargaan yang sifatnya berwujud maupun tidak berwujud. Dan ia pun akan berusaha keras mendapatkannya. Karena itu, seorang guru hendaknya merespons apa yang disukai seorang anak. Guru harus bisa memberikan hadiah-hadiah tersebut pada kesempatan yang tepat.

Seorang siswa yang rajin, berakhlak baik, dan yang dapat menjalankan kewajiban, layak memperoleh hadiah dari gurunya. Kala itulah, anak itu akan menemukan jiwanya senang menerima itu di hadapan teman-temannya. Sebab, pada usia pelajar, jiwa seorang anak lebih dipenuhi insting suka memiliki (Muhammad Jameel Zeero, Nida' ilal Murabbiyin wal Murabbiyat, hal: 95).

Pujian sebagai bentuk penghargaan merupakan salah satu alat pendidikan yang diberikan kepada murid sebagai imbalan terhadap prestasi yang dicapainya. Secara didaktis, pujian atau penghargaan beserta segala macamnya, menurut al-Ghazali, telah menjadi anutan para pakar pendidikan di zamannya.

Menurut istilah didaktik, pujian atau penghargaan merupakan "fungsi reinforcement" atau fungsi penguatan yang lebih mendorong pada anak untuk semakin meningkatkan prestasi yang pernah diraihnya (Zainudin, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, Jakarta: Bumi Aksara, 1991, hal: 86).

"The reward of a thing well done is to have done it" (Ralph Waldo Emerson, penyair dan filsuf Amerika). "Penghargaan bagi sesuatu yang dilakukan dengan baik ialah telah melakukannya. Sehingga, dengan adanya penghargaan, dalam hal ini pujian, merupakan salah satu alat pendidikan kuratif yang mampu membangkitkan motivasi belajar siswa.

Maka, tidak salah bila pujian yang merupakan penghargaan menjadi salah satu bentuk alat pendidikan yang mampu memberikan motivasi belajar bagi siswa. Manakala seorang siswa mendapatkan penghargaan karena dia berprestasi, tentu semangat belajarnya pun akan meningkat, karena keinginan untuk mempertahankan dan menaikkan prestasi belajarnya. Motivasi belajar siswa akan meningkat ketika prestasi dan kerja keras untuk mencapai kesuksesan belajar itu diiringi penghargaan dan apresiasi yang baik.

Karena itu, pemberian penghargaan berupa pujian berperan sangat signifikan dalam upaya peningkatan motivasi belajar demi tercapainya keberhasilan pendidikan. Dan hal itu akan memberikan semangat bagi anak terhadap pekerjaan dan prestasi baik yang telah dilakukannya. Dengan begitu, siswa akan bertambah semangat lagi meningkatkan prestasinya dan termotivasi untuk mempertahankannya.

Peran Guru

Dalam pelaksanaan pendidikan, tiap anak memiliki motivasi (dorongan/alasan) untuk melaksanakan kegiatan. Dalam pendidikan, motivasi yang kuat memudahkan pencapaian tujuan, karena motivasi yang kuat ini melahirkan usaha aktivitas dan minat yang benar dalam mencapai tujuan itu. Motivasi adalah dorongan yang sangat menentukan tingkah laku dan perbuatan manusia. Ia menjadi kunci utama dalam menafsirkan dan melahirkan perbuatan manusia. 

Peran yang demikian menentukan ini, dalam konsep Islam disebut sebagai niyyah dan ibadah. Niyyah merupakan pendorong utama manusia untuk berbuat atau beramal. Sementara ibadah adalah tujuan manusia berbuat atau beramal. Maka, perbuatan manusia berada pada lingkaran niyyah dan ibadah. Dalam sebuah hadis, Rasulullah menjelaskan bahwa perbuatan sangat ditentukan oleh niyyah.

Peran guru sangat penting dalam mengarahkan dan menjelaskan kepada siswa tentang fungsi dan tujuan adanya penghargaan tersebut. Jangan sampai para siswa dalam menuntut ilmu hanya mengharapkan penghargaan. Penghargaan hanya seperti jembatan: hanya untuk menyeberang menuju tujuan. Dengan begitu, siswa akan paham bahwa yang terpenting adalah bagaimana mereka belajar dengan lebih baik tanpa pamrih.
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Retorika Abu Nadlir - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger