Retorika Abu Nadlir

Yang ditulis kan subur hidup di kalbu. Yang dikata kan cerah bermakna di jiwa. Yang diajar kan membekas dalam sejarah dan selepasnya!

PESANTREN PUN BERNASIONALIS

Senin, 05 Juli 20100 comments

Oleh: Muhammad Abu Nadlir

Cinta tanah air, kebangsaan, nasionalisme dan kata-kata sejenisnya merupakan kata yang sudah tidak asing lagi di dunia pesantren. Mengapa tidak? Karena sejarahlah yang telah berbicara.

Coba kita lihat bentuk perlawanan terhadap bangsa penjajah, Belanda dan Jepang, sebagaimana yang terjadi dalm pemberontakan kaum petani Banten terhadap pemerintah Belanda pada tahun 1888 M yang dipimpin oleh ulama tarekat setempat. Bahkan tindakan nonkooperatif radikal pesantren ini kemudian secara terang-terangan bertujuan mengusir penjajah dari Tanah Air. Di antara pergerakan tersebut, sebagaimana dikemukakan Karel Steenbrink, adalah perlawanan Kiai Mojo di Tegalrejo Magelang, Kiai Rifa’ie di Kalisalak Batang, pemberontakan Kiai Haji Zaenal Musthafa di Sukamanah Tasikmalaya, Kiai Hasyim Asy’ari di Tebuireng Jombang dan sebagainya.(Amin Haedari, 2004.)

Semua peran yang dilakukan oleh pesantren itu tak bisa dipisahkan dari nilai-nilai yang hidup di pesantren, salah satunya adalah ajaran amar ma’ruf nahi mungkar. Sebagaimana yang kita tahu pesantren menjunjung selalu tinggi nilai-nilai agama yang terus di transformasikan dalam kehidupan nyata. Ajaran Amar ma’ruf nahi mungkar pada dasarnya merupakan ajaran yang mengilhami pesantren untuk konsisten dalam usaha penanaman kebaikan dan pembebasan terhadap segala hal yang bersifat kurang ideal, baik secara sistemik maupun struktural. Nilai-nilai semacam inilah yang membuat pesantren terus ikhlas mengabdi kepada bangsa dan negara.

Syekh Musthafa al-Ghalayini dalam Kitab Idhatun Nasyi’in menjelaskan; jika ada yang mengaku berjuang demi bangsa, kita tidak boleh begitu saja percaya kepadanya. Kita harus melihat dulu sepak terjang dan kegiatannya. Jangan langsung percaya karena boleh jadi mereka hanya manis dimulut saja. Kita baru boleh percaya jika mereka benar-benar sudah membuktikannya dengan tindak laku yang nyata, berjuang demi keluhuran bangsa dan menyelamatkan sendi-sendi bangsa dari segala mara bahaya dan musuh. Sebaliknya, apabila apa yang mereka lakukan malah membuat kekuatan dan sendi-sendi bangsa menjadi lemah, memecah belah persatuan bangsa, maka mereka adalah musuh dalam selimut yang harus dihancurkan. Mereka itu mustahil menjadi pejuang bangsa dan tanah air, amat jauh antara hati dan rasa kebangsaan yang keluar dari mulutnya.


Wathaniyah atau rasa kebangsaan yang sejati adalah mencintai tanah air, dibuktikan dengan kelakuannya yang bekerja untuk kemaslahatan negara dan bangsanya, benar-benar berkhidmad dan mengabdi untuk kemuliaan bangsa. Seorang nasionalis sejati tidak segan mati, mengorbankan jiwa dengan tujuan agar tanah tanah airnya mulia dan terhormat. Perjuangannya pun tidak tanggung-tanggung, harus rela bersakit-sakit dengan tujuan agar bangsa dan tanah airnya sejahtera dan penuh kebahagiaan. Menurut Imam al-Ghalayini tanah air punya berbagai macam hak yang wajib dipenuhi putra-putri bangsanya, sebagaimana orang tua yang mempunyai hak terhadap anak-anaknya. Seseorang bisa mengaku menjadi nasionalis dan putra tanah air sejati jika dia memenuhi segala kewajiban dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya demi kepentingan bangsa. Dan kewajiban utama bagi seluruh putra putri tanah air adalah senantiasa bergerak dan berjuang dengan semangat yang tak kunjung padam untuk berkhidmad kepada bangsa dan negara. Ikhlas dalam mempertahankan kehormatan nusa bangsanya dari siapapun yang hendak mengotori kebersihannya, baik dari golongan bangsa sendiri maupun dari bangsa lain. Putra-putri bangsa juga jangan sampai terpengaruh oleh para nasionalis ‘palsu’ atau mudallisin yang hanya membuat kekacauan dan lenyapnya ketentraman dan keamanan.


Kemudian, bagaimana bentuk kecintaan kita (kaum terpelajar) terhadap nusa dan bangsa ini? Imam al-Ghalayini telah menyebutkan apa sajakah hak-hak tanah air yang harus dipenuhi oleh putra-putrinya. Menurutnya, banyak hak memang harus dipenuhi tapi yang paling penting dan wajib didahulukan adalah memperbanyak kaum terpelajar, melalui jalan pendidikan. Karena disamping membentuk mereka menjadi golongan intelek, juga menjadikan putra-putri bangsa yang benar-benar memiliki akhlak mulia. Wajib ditanamkan sungguh-sungguh dalam hati mereka kata-kata hikmah yang masyhur yaitu: ”حب الوطن من الإيمان" artinya: Mencintai tanah air itu sebagian dari pada iman.
Untuk menciptakan tujuan suci di atas perlu pengorbanan yang besar dari semua pihak, baik harta maupun perhatian yang besar sebab yang dituju juga agenda besar. Semua kekuatan, potensi, harta kekayaan dan akal fikiran wajib dicurahkan sepenuhnya untuk membina sekolah-sekolah sejak tingkat yang terendah sampai perguruan tinggi. Di bangku pendidikan itulah ditanamkan dalam hati mereka yang masih bersih, kosong dari segala pengaruh. Dalam jiwa yang sahih dan benar itulah dipompakan rasa kebangsaan yang terus dikembangkan secara teratur, sehingga di dalam hatinya tertanam budi pekerti yang mulia, gemar beramal shalih dan lebih mendahulukan umum daripada kepentingan pribadi. Intinya, dalam jiwa mereka senantisa dihembuskan rasa kesadaran dalam berbangsa. Apabila mereka nanti telah dewasa, mereka dapat berkhidmat dan mengabdi dengan ikhlas untuk tanah air yang dicintainya.

Tarbiyah atau pendidikan yang benar merupakan jiwa kehidupan bagi suatu bangsa, sedangkan ilmu pengetahuan adalah darah yang perlu disiramkan ke atas bumi tanah air. Suatu bangsa tidak akan bisa hidup penuh dengan kebahagiaan, kecuali dengan melaksanakan kedua hal diatas secara bersama-sama. Karena pendidikan yang benar itu yang akan mendorong putra-putri bangsa untuk berusaha dan beramal. Sedangkan ilmu pengetahuan yang mereka miliki itulah yang akan menunjukkan mana jalan kebahagiaan yang wajib dilalui dan ditempuh, agar tidak sesat dalam perjalanan di masa depan.

Munculnya berbagai kasus terorisme, kemudian apatisme dalam pemilu alias golput, keinginan beberapa daerah untuk memisahkan diri dari NKRI, beberapa kelompok yang berusah merubah haluan negara, merubah Pancasila, melakukan anarkisme, korupsi massal dan lain sebagainya yang merupakan indikasi memudarnya nasionalisme. Kecintaan kepada bangsa rupanya mulai banyak yang luntur dari sanubari rakyat Indonesia.

Menurut Syekh al-Ghalayani di atas, semua itu karena rasa nasionalime mereka tipis. Meurutnya, jika ada seoarang yang kecintaan terhadap tanah airnya tipis, bahkan hilang pasti ada suatu sebab yang memalingkan jiwanya. Di antaranya; pendidikan yang keliru, salah asuhan yang menyebabkan adanya ketidakberesan dalam cara berfikirnya. Penyebab-penyebab itulah yang pada akhirnya membuat rasa cinta terhadap tanah airnya menipis, bahkan malah memusuhi negaranya.

Mengantisipasi hal itu, memang pendidikanlah yang harus ditekankankan. Di bangku pendidikan, anak-anak dan pemuda bangsa harus kembali ditanamkan rasa kebangsaan. Selain itu, penyadaran kepada semua kalangan sangat penting dilakukan. Jika nasionalisme semakin pudar maka kemungkinan hancurnya negara semakin besar peluangnya.

Harapan penulis untuk semua kalangan yang berkecimpung di dunia pesantren, semoga terus mampu manjaga peran sentralnya sebagai penjaga moral, pengerak sosial dan pemmberdaya masyarakat untuk terus berkhidmat kepada Agama, Bangsa dan Negara.
Amiin…
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Retorika Abu Nadlir - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger