Retorika Abu Nadlir

Yang ditulis kan subur hidup di kalbu. Yang dikata kan cerah bermakna di jiwa. Yang diajar kan membekas dalam sejarah dan selepasnya!

TAFSIR SURAT AL-A’LAA (YANG PALING TINGGI) Ayat 1 – 7

Sabtu, 02 Mei 20150 comments

Oleh : Muhammad Abu Nadlir



Surat ini adalah surat yang ke 8 berdasarkan urutan surat yang diterima Rasulullah dan surat ke 87 berdasarkan urutan Mushaf al-Qur’anTerdiri dari 19 ayat. Surat ini termasuk surat Makkiyyah.

Merupakan surat yang sering dibaca Rasulullah SAW ketika shalat hari Raya (Fitri dan Adha) dan shalat Jum'at. Surat Al-A´laa pada rakaat pertama, dan surat Al-Ghaasyiyah pada rakaat kedua.


Asbabun Nuzul Surat Al-A’laa

Diriwayatkan oleh ath-Thabarani yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa Allah menurunkan ayat ini (al-A’laa: 6) sebagai jaminan bahwa Rasul tidak akan lupa pada wahyu yang telah diturunkan kepadanya.




1)   Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi,
2)   Yang menciptakan dan menyempurnakan,
3)   Dan yang menentukan kadar serta memberi petunjuk,
4)   Dan yang mengeluarkan rumput-rumputan,
5)   Lalu Dia menjadikannya kering kehitam-hitaman,
6)   Kami akan membacakanmu, sehingga engkau tidak melupakan(nya),
7)  Kecuali apa yang dikehendaki Allah, sesungguhnya Dia mengetahui yang nyata dan apa yang tersembunyi,

Kosa Kata

Kata Sabbih adalah bentuk perintah dari kata sabbaha yang terambil dari kata sabaha yang berarti menjauh. Seseorang yang berenang dilukiskan dengan kata tersebut karena pada hakikatnya dengan berenang ia menjauh dari posisinya.

Bertasbih dalam pengertian agama berarti “Menjauhkan Allah dari segala sifat kekurangan, kejelekan, bahkan dari segala sifat kesempurnaan yang terbanyak dalam benak”. Dengan mengucap Subhanallah, si pengucap mengakui bahwa tidak ada sifat atau perbuatan Tuhan yang kurang sempurna atau tercela, tidak ada ketetapan-Nya yang tidak adil, baik terhadap orang/makhluk lain maupun terhadap si pengucap.

Kata Qaddara berasal dari kata qadara yang antara lain berarti mengukur, memberi kadar, atau ukuran. Setiap makhluk yang diciptakan Allah diberi-Nya kadar, ukuran serta batas-batas tertentu dalam diri, sifat dan kemampuan maksimal.
Kata al-Mar’aa terambil dari kata ra’aa yang pada mulanya berarti memelihata binatang, baik dengan memberinya pangan maupun dengan melindunginya dari bahaya.

Kata al-Mar’aa diartikan sebagai tempat pemeliharaan binatang, kemudian makna tersebut secara umum menyempit, menjadi tempat makan binatang, karena makanan umum binatang adalah rerumputan, maka makna kata ini pada ayat ini menggunakan rerumputan.

Kata Ghustaa’an pada mulanya berarti segala sesuatu yang terpencar/terbengkalai dari tumbuh-tumbuhan atau yang mengapung di laut. Kata ini kemudian digunakan untuk segala sesuatu yang tidak bermanfaat atau diremehkan. Dari sini ulama’-ulama’ tafsir memahami arti kata ini sebagai rereumputan yang telah kering.

Kata Ahwaa terambil dari kata hawaa yang pada mulanya berarti sesuatu yang sangat hijau. Kehijauan yang pekat ini ada yang memahaminya dalam arti sangat subur dan ada pula yang memahaminya sangat hitam atau hangus terbakar.

Pada ayat ini penulis cenderung memilih pemahaman yang sangat hitam atau hangus terbakar. Loginya adalah jika kita ingin melihat rumput tersebut subur menghijau maka siramilah, dan bila kita membiarkannya tanpa pemeliharaan dan diterpa terik matahari, pasti ia akan mati kering kehitam-hitaman. Demikianlah takdir Allah SWT menjangkau seluruh makhluknya.

Kata Tansaa (lupa) dipahami oleh banyak ulama’ dalam arti melupakan secara terus-menerus.

Kata al-Jahr biasa diterjemahkan dengan nyata. Dalam bahasa al-Qur’an kata ini digunakan dalam konteks jelasnya sesuatu menurt alat penglihatan atau pendengaran.

Kata Yakhfaa (tersembunyi) menggunakan bentuk kata yang menunjukkan masa kini dan datang. Hal ini menggambarkan bahwa yang tersembunyi dan diketahui Allah SWT itu bukan sekedar sesuatu yang kini telah ada saja, tetapi segala rahasia ata yang tersembunyi, baik yang kini telah ada maupun yang kelak akan ada.

Pesan Surat Al-A’laa Ayat 1 – 7

1. Surat ini menjelaskan tentang perintah Allah Allah untuk bertasbih dengan menyebut nama-Nya.

2. Allah SWT menciptakan, menyempurnakan ciptaan-Nya, menentukan kadar-kadar kepada ciptaan-Nya, memberi petunjuk dan melengkapi keperluan-keperluan dari ciptaan-Nya sehingga tercapai tujuan mereka.

3. Nabi Muhammad SAW sekali-kali tidak akan lupa pada ayat-ayat yang dibacakan kepadanya.


Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Retorika Abu Nadlir - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger