Retorika Abu Nadlir

Yang ditulis kan subur hidup di kalbu. Yang dikata kan cerah bermakna di jiwa. Yang diajar kan membekas dalam sejarah dan selepasnya!

SURAT AN-NABA' Ayat 31-40

Sabtu, 30 Januari 20160 comments










 
31.  Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa mendapat kemenangan,
32.  (Yaitu) kebun-kebun dan buah anggur,
33.  Dan gadis-gadis remaja yang sebaya,
34.  Dan gelas-gelas yang penuh (berisi minuman),
35.  Di dalamnya mereka tidak mendengar perkataan yang sia-sia dan tidak (pula) perkataan dusta,
36.  Sebagai pembalasan dari Tuhanmu dan pemberian yang cukup banyak,
37.  Tuhan Yang memelihara langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya; Yang Maha Pemurah. Mereka tidak dapat berbicara dengan Dia,
38.  Pada hari, ketika ruh dan para malaikat berdiri bershaf- shaf, mereka tidak berkata-kata, kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pemurah; dan ia mengucapkan kata yang benar,
39.  Itulah hari yang pasti terjadi. Maka barangsiapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya,
40.  Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata:"Alangkah baiknya sekiranya dahulu adalah tanah".

Kosa Kata

Laghw artinya 'percakapan yang sia-sia, omong kosong', atau 'tidak berguna'. Akar kata kerjanya adalah laghaa yang berarti 'berbicara omong kosong', dan dari kata itu muncul lughah yang artinya 'bahasa'. Bicara akan menepis kesunyian.

Kata untuk 'berbicara' atau 'berkata' yang digunakan di sini adalah khithaab yang berasal dari kbathaba, artinya 'menyampaikan khutbah umum'. Ia juga berarti 'meminta uluran tangan seorang wanita dalam pemikahan'. Khuthubah artinya 'pinangan, lamaran'. Semua kata turunan ini menunjukkan komunikasi dan, dengan demikian, hubungan serta penyatuan. Karena itu, pelanggar adalah mereka yang memutuskan hubungan dirinya dengan penguasa realitas fisik dalam kehidupan ini; maka yang dapat Mereka rasakan di kehidupan mendatang hanyalah keterputusan hubungan yang lebih besar lagi.

Kata Ruh, berasal dari akar kata yang sama dengan raahah. Kata ini juga berkaitan dengan riih, yang berarti 'angin', mirwahah berarti 'kipas', dan istirwaah yang berarti 'pernapasan'.

Pesan Surat an-Naba’ ayat 31-40


  1. Ayat 31-36. Nikmat surgawi bermacam-macam. Ada yang bersifat jasmani; makanan dan seks, ada juga yang bersifat ruhani; keterbebasan dari perkataan sia-sia dan kebohongan. Ucapan yang tidak memunyai makna lebih-lebih kebohongan adalah sesuatu yang buruk, yang tidak wajar muncul dari orang-orang yang mendambakan surga. Nikmat surgawi bukanlah imbalan amal kebaikan sehingga dapat dituntut, tetapi ia adalah ganjaran yang diterima berkat pemberian Allah. Penyebutan kata Tuhanmu dalam konteks pemberian ganjaran mengisyaratkan betapa tinggi kedudukan Nabi Muhammad saw di sisi Allah SWT. 
  2. Ayat 37-40. Allah Penguasa di dunia dan di akhirat. Kekuasaan-Nya di akhirat sangat menonjol sehingga tidak satu pun yang mengingkarinya. Semua takut kepada-Nya, tidak seperti dalam hidup duniawi. Di sana, para malaikat yang dekat kepada-Nya pun tidak dapat berbicara kecuali dengan izin-Nya, maka tentu lebih lebih makhluk durhaka. Mereka pasti akan bungkam. Allah adalah Pemilik, Pemelihara, dan Pengatur alam raya dari yang sekecil-kecilnya hingga yang sebesar-besarnya. Dia bukan sekadar Pencipta, lalu menyerahkan wewenang pengaturan aneka ciptaan-Nya kepada malaikat/ dewa-dewa, baik dipersonifikasi dengan berhala-berhala, maupun tanpa personifikasi (sekadar percaya). Ganjaran, bahkan balasan yang diberikan Allah adalah bagian dari rahmat-Nya, termasuk yang diterima oleh para pendurhaka. Bukankah merupakan rahmat menghukum yang bersalah? Bukankah merupakan rahmat membedakan antara yang baik dan yang buruk? Di hari kemudian, setiap orang akan melihat apa yang dikerjakannya di dunia. Itu dapat berarti melihat dengan mata kepala ganjaran dan balasan amalnya, atau bahkan melihatnya kembali sebagaimana yang terjadi—melebihi cara kita sekarang melihat rekaman peristiwa-peristiwa. Penghuni neraka menyesal —penyesalan yang tidak berguna— mengapa mereka harus diwujudkan di dunia untuk memikul tanggung jawab. Karena itu yang berakal hendaknya menggunakan kesempatan hidupnya di dunia, agar tidak menyesal di Hari Kemudian.
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Retorika Abu Nadlir - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger