Retorika Abu Nadlir

Yang ditulis kan subur hidup di kalbu. Yang dikata kan cerah bermakna di jiwa. Yang diajar kan membekas dalam sejarah dan selepasnya!

PENTINGNYA AKSI SETELAH TEORI

Kamis, 26 November 20090 comments


Oleh: Muhammad Abu Nadlir

Tidak terlepasnya masyarakat dunia dari pantauan Barat, membuat dunia harus mengakui keberadaannya. Apalagi dengan kemajuan serta kecanggihan sistem dalam tatanan dunia yang masih dalam proses ini, tak lepas dari peran sains dan tehnologi, yang berasal dari produk Barat.

Kebutuhan akan sains dan tehcnologi sudah menjadi kebutuhan dunia yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Dengan tehcnologi, manusia dapat melakukan segala aktifitasnya dengan mudah, pun hubungan antar individu maupun negara, penggunaan tehcnologi di dalamnya mempercepat proses kerja sama yang diinginkan.

Seakan-akan tanpa tehcnologi, suatu negara akan tertinggal jauh dibelakang, tidak dapat mengecap kemajuan serta kecanggihan yang telah menjadi trend dunia, atau malah sekarang ini menjadi suatu kebutuhan yang tidak bisa ditinggal.

Dan justru dengan sains dan tehcnologi tersebut, Barat mampu masuk ke dalam kehidupan masyarakat dunia, yang sangat pribadi sekalipun.

Sebagaimana kita lihat bagaimana sitem komunikasi yang sangat canggih mampu memasukkan kultur Barat dalam serat-serat kehidupan. Tak pelak lagi, sedikit banyak corak kehidupan masyarakat dunia harus berwarnakan Barat. Warna ontologi materialisme yang kental, yang digunakan Barat sebagai model kehidupannya, mau tidak mau harus diserap oleh warga dunia yang lain, yang terpencil sekalipun. Dan termasuk Indonesia. Hal ini juga didukung oleh H.Musthofa Sonhaji,MA yang mengatakan bahwa, “kita saat ini terlanjur berada dalam hegemoni Barat, maka situasinya pun harus sesuai dengan aturan Barat”.

Disatu pihak materialisme di Indonesia memang memberikan kebebasan penuh untuk memanfaatkan akal pikiran manusia, dengan realitas eksternal sebagai sandaran kita akui memang membawa kemajuan pada bidang-bidang kehidupan. Seperti; kemajuan mengaplikasikan technologi yang beraneka ragam (Hand Phone, Game, Internet dan lain-lain), style (baju, celana, asesoris dan lain-lain), bahasa, paham budaya baru (gender dan lain-lain), etika baru (makan, minum, sosialisasi dan lain-lain) dan sebagainya..

Namun ternyata, kebebasan berfikir itulah yang justru membawa dampak-dampak yang sebenarnya merugikan manusia. Karena bila sistem pikir ini tak terkendali, maka akan membawa manusia pada posisi kecongkaan akan kemampuanya serta keinginan dan kebutuhan baru yang justru semakin menekan proses hidupnya.

Coba kita lihat kasus yang terjadi, ketika seseorang sudah masuk dalam trend ini, misalnya beraneka ragamnya style busana yang dampaknya menjadikan orang lebih menonjolkan kekayaan dan akibatnya akan timbul sikap klasifikasi sosial; ini kaya ini miskin dan sebagainya, ditambah lagi tend bahasa pun sudah mulai menggeser bahasa daerah, khususnya, jawa di daerah remote area (daerah terpencil) seperti yang dulunya memanggil kedua orangtuanya pa’e dan ma’e sekarang dengan panggilan papa dan mama, dan yang lebih parah lagi ketika para pemuda-pemudi memasukkan trend bahasa ini ke dalam ranah agama, seperti yang terjadi pada kalimat “Ya Tuhan” yang sekarang para generasi muda lebih bangga menggunakan bahasa lain yaitu “Oh My God” dan yang sangat membahayakan ada yang seakan-akan mempermainkan agama, dengan digantinya kalimat tersebut dengan kalimat “Oh My Ghost” (Oh Hantuku).

Permasalahan di atas sangat bertentangan dengan nilai-nilai moral Falsafah Bangsa dan Ideologi Negara yaitu Pancasila yang termaktub pada sila yang ketiga yang berbunyi “persatuan Indonesia” yang berarti perlunya hubungan persaudaraan dan persatuan yang baik bagi seluruh masyarakat Indonesia, tanpa memandang ras, suku, harta maupun benda. Begitu juga terhadap norma agama, sopan santun dan adat istiadat yang sangat dijunjung tinggi di Indonesia.

Persoalan di atas bisa terkendali ketika para generasi bangsa mulai dari kanak-kanak sampai remaja dipupuk secara intensif dengan pelajaran Pendidikan Moral Pancasila, pelajaran Bahasa Jawa dan pelajaran Agama baik di sekolah, keluarga maupun di lingkungan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.

Bukan hanya dibaca dan dipelajari teori-teorinya. Tapi yang terpenting dalam pelajaran-pelajaran ini bukanlah teori, tapi juga sangat diperlukan penekanan praktek, sikap, perilaku dan kegiatan-kegiatan nyata dari teori yang ada.

Mengingat hal ini, maka seluruh guru, orang tua, masyarakat dan pemerintah harus ikut andil dalam terealisasinya program ini, dengan harapan dan hasil besar bahwa krisis moral bangsa tidak akan subur di Indonesia.
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Retorika Abu Nadlir - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger