Surat ini
merupakan surat ke-79 dari segi penempatannya dalam Mushhaf, dan surat yang ke-81
dari segi perurutan turunnya kepada Nabi Muhammad SAW. Termasuk Makkiyyah.
Terdiri dari 46 ayat.
- Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras,
- Dan (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah-lembut,
- Dan (malaikat-malaikat) yang turun dari langit dengan cepat,
- Dan (malaikat-malaikat) yang mendahului dengan kencang,
- Dan (malaikat-malaikat) yang mengatur urusan (dunia),
- (Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan) pada hari ketika tiupan pertama menggoncang alam,
- Tiupan pertama itu diiringi oleh tiupan kedua,
- Hati manusia pada waktu itu sangat takut,
- Pandangannya tunduk,
- (Orang-orang kafir) berkata: "Apakah sesungguhnya kami benar-benar dikembalikan kepada kehidupan semula?,
- Apakah (akan dibangkitkan juga) apabila kami telah menjadi tulang belulang yang hancur lumat?,
- Mereka berkata: "Kalau demikian, itu adalah suatu pengembalian yang merugikan",
- Sesungguhnya pengembalian itu hanyalah satu kali tiupan saja,
- Maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi.
Kosa Kata
Kata an-Naazi’aat
terambil dari kata naza’a yang berarti mencabut.
Kata Gharqan terambil
dari kata ghariqa yang berarti masuk ke dalam sesuatu, atau menarik
sesuatu sampai batas akhirnya. Kata ini juga bisa diartikan tenggelam.
Kata an-Naasyithaat dan
kata Nasythan terambil dari kata nasyatha yang pada
mulanya berarti mengikat, mengeluarkan. Pada surat ini diartikan
dengan mencabut, tetapi pencabutan yang lemah lembut.
Kata as-Saabihaat dan
Sabhan pada mulanya berarti menjauh
dari posisi. Dari sini, lahir sekian banyak arti bagi kata ini sesuai
dengan obyeknya, seperti peredaran planet, berenang, mencari nafkah, bergerak
dengan cepat, dan lain-lain.
Kata as-Saabiqaat dan
Sabqan terambil dari kata sabaqa yang berarti mendahului. Kata musaabaqah
adalah upaya dua pihak atau lebih untuk saling mendahului tiba di tujuan.
Kata ar-Raajifah
terambil dari kata rajafa yang berarti bergoncang dengan goncangan
keras.
Kata ar-Raadifah
terambil dari kata radifa yang berarti mengikuti, atau berada
di belakang (menyusul).
Kata Nakhirah terambil
dari kata nakhara yang berarti lubang yang dalam sehingga bila ditiup
angin terdengar suara berdesing keluar darinya.
Kata Zajrah berarti bentakan
dengan suara keras.
Kata al-Haafirah ada
yang memahaminya dalam arti awal sesuatu atau jalan yang pernah
dilalui. Kata ini terambil dari kata hafara yang berarti menggali.
Kata ini juga dipahami dengan arti hidup kembali di dunia, atau tanah
yang digali.
Kata as-Saahirah adalah
permukaan bumi, atau padang pasir yang luas. Kata ini terambil
dari kata as-sahar yakni tidak tidur malam. Biasanya dipadang
pasir yang terbuka, seseorang tidak dapat tidur, karena takut, selalu waspada
dan berjaga-jaga. Dari sini padang yang luas dinamai saahirah.
Pesan Surat
an-Nazi’at ayat 1 – 14
- Ayat 1-5. Dijelaskan bahwa para
pendurhaka akan dicabut nyawanya dengan paksa karena saat itu dia telah sadar
akan kesudahan buruk yang menantinya. Berbeda dengan yang Mukmin yang
diperlakukan dengan lemah lembut oleh malaikat. Malaikat pencabut nyawa bukan
hanya satu, tetapi mereka adalah kelompok yang dipimpin oleh satu malaikat,
yang dalam satu riwayat dinamai 'Izra'il. Para malaikat adalah pengatur
segala urusan. Ini tidak bertentangan dengan kuasa Allah yang mutlak. Ia dapat
diumpamakan dengan tulisan yang ditulis seseorang. Kita dapat
berkata bahwa yang menulisnya adalah pena. Sebenarnya yang berada di balik pena
adalah ibu jari dan jari telunjuk yang memegang pena. Selanjutnya, kedua jari
itu bergerak karena bergeraknya pergelangan. Pergelangan bergerak sesuai dengan
perintah otak untuk menulis. Tetapi pergerakan manusia dan perintah otak
diarahkan oleh malaikat, sedang malaikat tidak dapat melakukan tugasnya tanpa
perintah Allah SWT.
- Ayat
6-9. Menjelaskan bahwa Kiamat tidak hanya memusnahkan planet bumi dan segala
isinya, tetapi memunahkan seluruh alam raya. Boleh jadi karena sistem yang
mengatur keseimbangan planet-planet dihancurkan Allah. Para pendurhaka akan
merasa sangat takut, tertunduk, dan hina. Sedang orang-orang Mukmin terhindar
dari rasa takut yang besar itu.
- Ayat 10-14. Salah satu dalih mereka yang menolak adanya kebangkitan manusia setelah kematian adalah mustahil—menurut mereka—jasad yang telah punah dapat pulih kembali. Mereka lupa bahwa jasad itu suatu ketika pernah tidak wujud sama sekali, namun sang penolak—ketika menolaknya—menyadari wujudnya. Kalau dulu ia tidak wujud, lalu wujud, maka tentu akan lebih mudah—dalam logika manusia—mewujudkan sesuatu yang pernah wujud dan sisa-sisanya pun ada dibandingkan dengan sesuatu yang tidak wujud sama sekali. Kehancuran alam raya, kematian semua makhluk hidup, dan kebangkitan mereka semua adalah sangat mudah bagi Allah. Hal itu diibaratkan dengan sekali bentakan saja.
Posting Komentar